Saturday, December 31, 2011

Food For Fuel

Coklat juga bisa jadi bahan baku sumber energi alternatif
Coklat juga bisa jadi bahan baku sumber energi alternatif

Seiring dengan semakin populernya pengembangan energi alternatif, semakin banyak pula peneliti yang mencari sejumlah besar limbah organik dari komunitasnya untuk ditransformasi menjadi biofuel, bahan bakar yang lebih bersahabat dengan lingkungan. Produk pertanian seperti jagung dan tebu telah dikenal sebagai sumber produksi energi terbesar di dunia, terutama untuk etanol hasil distilasi. Di tengah kekhawatiran akan potensi terjadinya kompetisi antara makanan dan bahan bakar, sejumlah perusahaan merekayasa minyak yang dibuat dari flowering plant dan algae. Sebagian lainnya berusaha mengeksploitasi rerumputan yang jumlahnya hampir tak terbatas dan dapat tumbuh dengan cepat untuk membuat biofuel.
Setiap saat, ada bergunung-gunung limbah makanan yang memenuhi tempat pembuangan akhir atau incinerator. Para peneliti menemukan bahwa sedikit kecerdasan dapat mengubah kerajaan sampah menjadi sejumlah besar energi. Seperti yang ditunjukkan para peneliti Institut Teknologi Nigata di Kashiwazaki, Jepang. Mereka memberikan sebuah bentuk baru bagi susu yang sudah basi. Di Universitas California, Davis, Amerika Serikat, para insinyur telah memberikan fungsi lain pada sampah meja-meja kayu dari restoran-resturan megah di Bay Area. Sedangkan di Universitas Birmingham, Inggris, para peneliti telah mengubah permen, karamel, dan limbah makanan manis lainnya yang berasal dari pabrik Cadbury Schweppes setempat.

Pengolahan susu di Jepang
Jepang pada tahun-tahun belakangan kebanjiran sampah susu. Penyebabnya masih belum jelas, salah satu kemungkinannya adalah anak sekolah sekarang lebih memilih mengkonsumsi soda. Melihat keadaan ini, Masayuki Onodera, profesor kimia terapan dan bioteknologi Institut Teknologi Nigata, mendapat ide untuk mengolah susu menjadi biofuel.
Onodera dan kolega-koleganya memulai proses konversi dua tahap dengan memanaskan larutan gula untuk menciptakan lingkungan ramah-bakteri pada limbah cairan. Bioreaktor tersebut bergantung pada mikroba penyuka-panas untuk mencerna endapan pada lingkungan bebas oksigen dengan temperatur 131 derajat Fahrenheit. Kondisi ini dihampirkan pada kondisi dalam sejumlah tempat pembuangan akhir dan menghasilkan metan dan karbondioksida. Para peneliti menganggap pembebasan karbondioksida ini sebagai ‘karbon netral’ karena gas yang dibebaskan ke atmosfer jumlahnya sama dengan yang dibutuhkan rumput pada saat fotosintesis, yang kemudian dimakan sapi perah.
Tim Onodera mencampur susu yang telah dicerna bakteri tersebut dengan kontainer kedua yang berisi susu tengik. Saat oksigen dalam campuran tersebut rendah dan pH-nya dijaga netral, biogas yang dihasilkan mencapai 8 kali volume asalnya dalam periode 1 minggu. Setengah dari biogas yang diperoleh adalah hidrogen dan setengahnya lagi karbondioksida. Dengan mengganti sebagian endapan yang mengandung bakteri secara periodik dengan susu dan memastikan larutan tetap pada pH yang tepat, sistem ini akan memproduksi biogas secara kontinyu sampai 100 hari kemudian. Sampai saat itu, campuran tersebut menghasilkan biogas lebih dari 5 kali volumenya setiap 2 hari.

Fungsi lain restoran Amerika
Untuk memuluskan rencana mengganti bahan bakar dengan tingkat polusi tinggi, bioreaktor pengkonversi limbah perlu mendemostrasikan efisiensinya dalam skala yang jauh lebih besar. Tantangan inilah yang dilakukan para peneliti di Universitas California, Davis.
Sejak Oktober 2006, Biogas Energy Project telah mengkonversi meja-meja bekas dari sejumlah restoran mewah, limbah sayuran, potongan rumput, dan limbah sapi menjadi metan dan hidrogen. Reaktor memproses 3-8 ton limbah organik per harinya. Dengan kondisi itu, output reaktor per hatinya bisa menyediakan energi untuk 80 rumah seharian.
Teknologi ini tidak memerlukan bahan bakar starter untuk memproses kira-kira 5 juta ton limbah makanan yang dibuang di tempat pembuangan akhir California tiap tahunnya. Ketika limbah sudah selesai dimasukkan, reaktor multi-tank Davis bergantung pada proses anaerobik dua tahap di mana mikroba mengubah limbah makanan tersebut menjadi campuran asam dan air. Pada fasa kedua, digunakan campuran bakteria lainnya untuk mengkonversi asam-asam tersebut menjadi biogas.
Sama dengan Onedera, proses yang dikembangkan Ruihong Zhang, profesor teknik biologi dan pertanian, dan koleganya ini juga menghasilkan hidrogen dan karbondioksida. Menurut Zhang, secara teknis proses anaerobik dapat digunakan untuk mengkonversi apapun yang biodegradable. Meskipun kondisi untuk pengolahannya berbeda-beda tergantung materialnya.
Metode tersebut dilisensikan oleh Onsite Power Systems, Inc. yang berbasis di California. Dengan prototype reaktor yang telah tersedia, perusahaan ini membangun sebuah sistem komersial yang dapat menangani limbah sampai dengan 250 ton per hari. Reaktor ini tidak hanya dapat mengkonversi sisa-sisa makanan, tetapi juga rerumputan dan limbah pembuatan keju. Biofuel yang dihasilkan dapat menjadi bahan bakar bagi truk-truk sampah, menghemat biaya dan energi yang dibutuhkan untuk mentransportasikan bahan mentah bagi reaktor.
Menurut Zhang, teknologi yang dikembangkannya tidak hanya menawarkan biogas, tetapi juga cara pengolahan limbah padat yang ramah lingkungan. Endapan yang dihasilkan dapat diproses kembali menjadi kompos dan organic fertilizer. Serat yang tidak tercerna dalam endapan tersebut juga dapat menjadi bahan baku particle board kualitas tinggi.

Bahan bakar Cadbury
Dalam penelitian untuk mengolah limbah dalam skala industri, para peneliti dari University of Birmingham, Inggris menggaet Cadbury Schweppes sebagai partner. Anak perusahaan yang dinamakan Biowaste2energy atau BW2E berencana untuk membuat unit demonstrasi bagi sistem tiga tahapnya.
Seperti halnya proyek di California, metode BW2E dimulai denga tahap fermentasi yang memecah makanan menjadi asam organik, mengkonversikan sekitar 40 persen limbah dalam prosesnya. Proses purifikasi mengkonversi 40 persen lainnya dan sebuah photobioreactor yang menggunakan cahaya dan bakteria mengkonversi sebagian besar sisa endapan menjadi hidrogen, karbondioksida, dan air. Menurut CEO BW2E, David Anthony, proses tiga tahap dipilih karena dapat mengurangi volume limbah lebih banyak daripada dengan proses satu tahap.
Selain menyelamatkan Cadbury dalam lautan karamelnya sendiri, BW2E juga terbuka bagi perusahaan-perusahaan yang mencari cara pengolahan yang lebih baik bagi limbah minuman buah-buahan dan buah-buahan busuk.
Anda punya sisa makanan? Konversikan jadi biogas!

Sumber: http://www.msnbc.msn.com/id/23638979//

0 komentar:

Post a Comment

thanks for your coment ^^