Wednesday, September 29, 2010

Elektroflotasi, Si Pengolah Limbah

Air baku bisa dikatakan sebagai masalah terbesar di PDAM, selain masalah lainnya. Tak hanya kuantitasnya yang terus menyusut, tetapi kualitasnya pun memburuk. Yang banyak bermasalah secara kualitas tak lain daripada air permukaan seperti sungai, danau, dan waduk. Salah satu masalah kualitas itu ialah pertumbuhan algae yang begitu cepat, biasa disebut blooming. Akibatnya, badan air potensial mendangkal dan yang pasti, kualitas airnya memburuk, berbau busuk seperti aroma septic tank pada musim kemarau. Kejadian ini bisa disaksikan di triwaduk Citarum, yaitu Saguling, Cirata, Jatiluhur. Kalau sudah demikian, maka beban pengolahan yang ditanggung PDAM ikut-ikutan naik.

Apa pasal hal di atas dapat terjadi? Salah satu sebabnya ialah unsur hara yang ada di dalam air limbah, khususnya limbah yang kaya nitrogen dan fosfat. Yang banyak mengandung unsur ini adalah deterjen, senyawa kimia yang nyaris ada di setiap rumah, juga digunakan di londri (laundry) dan rumah sakit. Pun pabrik makanan yang berbasis susu sapi, kambing, dan unta. Dengan demikian, nitrogen (N) dan fosfat (P: phosphate) bisa dikatakan sebagai “musuh” PDAM. Oleh sebab itu, semua institusi yang menjadi sumber N dan P, termasuk rumah tangga dan usaha kecil-menengah (UKM) dianjurkan mengolah air limbahnya. Namun faktanya, kewajiban ini sulit dilaksanakan meskipun ada undang-undang, peraturan menteri, peraturan daerah, dll yang dirilis sejak awal 1980-an.

Satu di antara sekian kewajiban pembuang air limbah khususnya kalangan industri yang mesti dilaksanakan ialah mengolah air limbah yang kaya unsur hara itu dengan beragam teknologi yang tersedia. Wujud teknologinya bisa berupa terapan fenomena fisika, biologi, kimia, atau gabungan dua atau tiga fenomena itu. Satu di antaranya dan ini terus berkembang ialah elektroflotasi. Sebelum masuk ke mekanisme proses unit ini, dibahas dulu karakteristik sumber pencemarnya, yaitu deterjen.

Deterjen termasuk kelompok zat pembersih seperti sabun dan di dalamnya berisi senyawa seperti berikut. Kesatu, senyawa surfaktan, fungsinya sebagai zat aktif permukaan dan ujung-ujung rantai molekulnya bersifat hidrofil (hydrophile, suka air) dan hidrofob (hydrophobe, takut air tapi suka minyak, lemak). Zat inilah yang dapat menurunkan tegangan permukaan air sehingga kotoran di serat-serat kain terlepas. Zat kedua disebut builder, fungsinya sebagai penambah efisiensi pencucian dengan cara menetralkan kation penyebab kesadahan (materi kesadahan/hardness sudah dibahas di MAM sebelumnya). Zat inilah yang banyak mengandung fosfat, seperti sodium tri polifosfat. Yang ketiga ialah filler atau pengisi berupa zat yang tidak berkemampuan meningkatkan daya cuci tetapi hanya menambah kuantitas seperti sodium sulfat. Yang keempat, zat aditif, sebagai penambah semata dan tidak berkaitan dengan kemampuan daya cuci. Misalnya, pewangi, pemutih, pewarna, dll.



Jenis Flotasi
Flotasi dalam bahasa Inggris sering ditulis floatation, berasal dari kata dasar float yang berarti apung atau kambang. Flotasi bisa diartikan sebagai fenomena pengapungan atau pengambangan suatu zat yang berada di dalam medium fluida (zat alir), baik cair maupun gas. Apungan ini terjadi karena zat pencemar di dalam fluida (misalnya air) seolah-olah diusung atau disunggi oleh gelembung udara yang sengaja “dibuat” (dimasukkan) lewat berbagai cara. Ada yang menggunakan blower, kompresor, ada juga yang memanfaatkan energi listrik untuk mengubah air menjadi gas yang lepas di dalam air. Yang disebut terakhir adalah topik artikel ini.

Metode yang memanfaatkan udara luar untuk sumber gaya apung sudah sering diterapkan di IPAM di berbagai negara maju namun agak kurang diterapkan di Indonesia. Mungkin saja belum ada PDAM yang menerapkannya lantaran kurang populer dan kalah bersaing dengan unit koagulasi-flokulasi, klarifikasi, sedimentasi. Tetapi mudah-mudahan PDAM ada yang mau menginformasikan apabila di IPAM-nya sudah diterapkan flotasi, baik yang optimal kinerjanya maupun yang belum. Memang faktanya, flotasi lebih banyak digunakan di IPAL pabrik yang air limbahnya kaya minyak dan lemak.

Flotasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Dispersed Air Floatation dan Dissolved Air Floatation. Pembeda utama dua unit flotasi tersebut ialah pada ukuran atau diameter gelembung udara yang terbentuk. Kalau ukurannya 1 mm, maka disebut Flotasi Dispersi (Dispersed Air Floatation). Kemudian yang jenis kedua ialah Flotasi Larut (Dissolved Air Floatation) dengan ukuran gelembung jauh lebih kecil daripada unit sebelumnya, yaitu antara 70 dan 90 mikron.


Elektroflotasi
Per definisi, elektroflotasi ialah flotasi yang melibatkan elektron. Dalam hal ini diartikan sebagai aliran elektron di dalam sirkuit listrik. Sebab, hakikatnya listrik merupakan aliran elektron dari kutub negatif ke kutub positif. Proses ini juga melibatkan reaksi kimia di dalam aliran listrik, yaitu elektrokimia. Artinya, fenomena yang terjadi adalah fisika dan kimia. Apungan merujuk pada fenomena fisika, berkaitan dengan hukum Archimedes dan pembentukan gas terjadi lewat reaksi kimia yang dipicu oleh aliran elektron (listrik) dan lumrah dikenal dengan sebutan elektrolisa air. Dengan bantuan elektroda, unit ini mampu mengubah air menjadi gas hidrogen dan oksigen (dianalogikan sebagai “blower” atau “kompresor” pada unit flotasi).

Reaksi yang terjadi pada elektroflotasi dikenal dengan istilah reaksi redoks atau reduksi oksidasi. Reduksi terjadi di katoda dengan reaksi: 2H2O + 2e → 2(OH-) + H2. Reaksi oksidasi terjadi di anoda dengan reaksi: 2H2O → 4H+ + O2 + 4e. Agar mudah diingat, “jembatan keledai” yang dapat digunakan ialah KRAO. K = katoda, reaksinya reduksi. A = anoda, reaksinya oksidasi. Berikutnya adalah KNAP: katoda = negatif, anoda = positif.

Bagaimana dengan arus listriknya? Jenis arus listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu arus DC (Direct Current) dan AC (Alternating Current). Arus DC diterjemahkan menjadi arus searah. Ini terjadi karena ada aliran elektron dari titik yang tinggi energi potensialnya ke titik yang rendah energi potensialnya. Arus ini dihasilkan oleh sumber listrik yang kutubnya tetap, seperti batere dan aki. Di sumber listrik ini terjadi reaksi kimia lalu hasilnya berupa beda potensial antara kutub positif dan kutub negatif. Kutub positif dan negatif tidak berubah (tetap) selamanya. Kejadian berlawanan terjadi pada arus AC. Di sini terjadi perubahan menerus pada arah arusnya sehingga sering disebut arus bolak-balik, seperti listrik yang dipasok oleh PLN atau genset.

Lantas, bagaimana mekanisme pemisahan (removal) deterjen dari air limbah? Sejumlah cara telah diprediksi, dicoba dan ditelaah di berbagai negara, termasuk Indonesia. Cara yang dianggap mewakili pelekatan (attachment) dan endapan (deposition) deterjen di permukaan anoda ialah beda potensial listrik. Mekanismenya sbb: (1) migrasi, yaitu perpindahan ion-ion deterjen yang bermuatan negatif menuju anoda yang positif muatannya; (2) difusi, yaitu perpindahan ion menuju anoda. Deterjen yang bermuatan negatif akan menempel di anoda sehingga terbentuk lapisan (endapan) di permukaan anoda. Penebalan oksida aluminum ini disebut anodisasi, terjadi karena berada di dalam larutan elektrolit dan dihubungkan dengan kutub positif yang berujung pada pelapisan logam oleh alumina (Al2O3). Reaksinya sbb: Anoda 2Al + 3H2O → Al2O3 + 6H+ + 6e. Di katoda terjadi reaksi: 6e + 6H+ → 3H2.

Bagaimana konfigurasi elektroflotasi? Artikel ini dilengkapi dengan foto elektroflotasi dalam skala laboratorium. Dengan unit ini, penelitian elektroflotasi dilaksanakan di laboratorium jurusan Teknik Lingkungan Universitas Kebangsaan Bandung. Jika diacu pada parameter efisiensi, maka hasil penelitian elektroflotasi ini masih dalam lingkup cukup memuaskan. Taraf efisiensinya berada di bawah kemampuan teknologi adsorbsi yang banyak diterapkan di rumah sakit dan juga di bawah efisiensi unit pengolahan biologi dengan advanced treatment. Oleh sebab itu, peluang untuk menerapkan unit elektroflotasi ini masih menghadapi banyak kendala.

Bagi PDAM, masih ada peluang untuk menggunakan unit ini terutama untuk mereduksi kekeruhan air baku yang mayoritas disebabkan oleh koloid dan suprakoloid. Hanya saja, pasokan energinya relatif tinggi dan perlu operator yang terlatih dengan baik serta perlu dipantau terus menerus. Masalah lainnya, belum banyak ada literatur dan jurnal mutakhir yang melaporkan penerapan elektroflotasi dalam mereduksi koloid dan suprakoloid di dalam air baku untuk keperluan air minum dan juga (mungkin) belum ada aplikasinya dalam skala lapangan. Di sinilah salah satu peran penting lembaga Litbang di PDAM untuk mencoba dalam skala laboratorium dan/atau pilot scale dan bekerja sama dengan institusi lain, misalnya lembaga penelitian atau perguruan tinggi. Lantas, kalau bagus hasilnya, maka hasil penelitian skala laboratorium dan pilot ini dapat dicobaterapkan dalam skala lapangan, sekaligus memelopori teknologi ini di PDAM. *

sumber : http://gedehace.blogspot.com/2008/08/elektroflotasi-si-pengolah-limbah.html

0 komentar:

Post a Comment

thanks for your coment ^^